"Terkadang kami menulis huruf di pasir atau di kertas yang robek, dan saya mengulang alfabet serta kata-kata sederhana bersama mereka, agar mereka tidak sepenuhnya lupa," paparnya.
Meskipun mereka mendapat sedikit kesempatan untuk mengikuti kelas, banyak anak-anak sudah menghadapi kesulitan belajar yang signifikan akibat perang.
Seorang anak Palestina menerima makanan gratis dari sebuah dapur amal di Gaza City pada 24 Juli 2025. (Carapandang/Xinhua/Rizek Abdeljawad)
"Beberapa anak sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Mereka telah kehilangan kerabat atau melihat rumah mereka hancur, dan ketika saya mencoba mengajarkan huruf kepada mereka, kadang-kadang mereka menangis atau menceritakan tentang apa yang terjadi pada mereka. Pikiran mereka dipenuhi dengan ketakutan," jelas al-Awadi.
Para guru juga mengalami tekanan yang luar biasa, karena banyak rekan mereka tewas dan yang lainnya terpaksa mengungsi. Meski menghadapi tantangan ini, al-Awadi tetap berkomitmen pada pekerjaannya.
"Ketika seorang anak belajar menulis sebuah kata atau melafalkan huruf, saya merasa seolah-olah kita sedang berjuang melawan keputusasaan," katanya. "Namun, semua orang di sini memahami bahwa pelajaran di atas pasir tidak dapat menggantikan pendidikan yang layak. Anak-anak tersebut pantas mendapatkan yang lebih baik daripada ini."